A.Synopsis
Tari Srimpi
Tari Srimpi yang ada sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh Srimpi hasil garapan baru :
Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit
Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit
dll.
Tari Srimpi yang ada sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh Srimpi hasil garapan baru :
Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit
Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit
dll.
Tari Serimpi
Tarian Serimpi merupakan tarian bernuansa mistik yang
berasal dari Yogyakarta . Tarian ini diiringi oleh
gamelan Jawa. Tarian ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Gerakan tangan
yang lambat dan gemulai, merupakan ciri khas dari tarian Serimpi. Tarian srimpi
sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono
IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan
nama Srimpi sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata “sang apati”
sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk
kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepada Belanda.
Serimpi merupakan salah satu jenis tarian klasik dari Daerah
Istimewa Yogyakarta. Ada juga yang
mengatakan, Serimpi merupakan tarian Yogyakarta
yang bernuansa mistik. Kata Serimpi diadopsi dari bahasa Jawa yang
adalah sinonim dari bilangan empat. Inilah yang seringkali menjadi alasan,
mengapa jumlah penari Serimpi umumnya berjumlah empat orang. Konon, keempat
orang penari Serimpi juga dianggap sebagai lambang dari empat unsur yang ada di
dunia yaitu api, udara, air, dan angin. Ada juga yang menyebutkan, nama Srimpi
dikaitkan dengan kata mimpi. Karena selama kurang lebih 45 menit, gerakan lemah
gemulai menjadi ciri khas dari tarian Serimpi. Gerakan inilah yang kemudian
dianggap dapat membawa penonton seolah ke alam mimpi.
Pada awalnya, tari Serimpi hanya dimainkan di lingkungan Keraton Yogyakarta. Pertunjukan serimpi akan selalu hadir pada saat memperingati hari kelahiran Sultan Yogyakarta. Tarian ini juga sering dimainkan untuk merayakan upacara khitanan bagi putera Sultan. Namun kini, Serimpi dimainkan juga sebagai pertunjukan hiburan. Misalnya, ketika ada masyarakatYogyakarta yang menyelenggarakan pesta pernikahan.
Serimpi juga dimainkan di daerah lain ,selain Yogyakarta sebagai promosi budaya
Yogyakarta . Tak ketinggalan, Tari
Serimpi juga selau hadir ketika Kesultanan Yogyakarta menyambut kedatangan tamu
kehormatan.
Dengan diiringi alunan musik seperangkat gamelan Jawa, tari Serimpi dimainkan oleh para penari wanita. Ketika pertunjukan, mereka mengenakan kostum penari khasYogyakarta . Dulu, mereka mengenakan
pakaian seperti putri keraton Yogyakarta .
Mereka menyebutnya Temanten. Pakaiannya berbentuk dodotan atau kemben
dengan bagian dada terbuka. Untuk rias rambutnya, mereka mengenakan gelung
bokor sebagai motif hiasan. Namun kini, penari Serimpi umumnya mengenakan
kain seredan atau baju tanpa lengan. Sementara untuk tata riasnya, mereka
menata rambutnya dengan cara digelung. Sebagai hiasan kepala, mereka juga
mengenakan hiasan berjumbai dari bulu burung kasuari.
Pada awalnya, tari Serimpi hanya dimainkan di lingkungan Keraton Yogyakarta. Pertunjukan serimpi akan selalu hadir pada saat memperingati hari kelahiran Sultan Yogyakarta. Tarian ini juga sering dimainkan untuk merayakan upacara khitanan bagi putera Sultan. Namun kini, Serimpi dimainkan juga sebagai pertunjukan hiburan. Misalnya, ketika ada masyarakat
Dengan diiringi alunan musik seperangkat gamelan Jawa, tari Serimpi dimainkan oleh para penari wanita. Ketika pertunjukan, mereka mengenakan kostum penari khas
Tari ini termasuk jenis tari klasik.
Beberapa contoh tari klasik yang tumbuh dari Bedhaya dan
Srimpi :
a. Beksan Gambyong : berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.
b. Beksan Wireng : berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul, yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang. Ciri-ciri tarian ini :
-- Ditarikan oleh dua orang putra/i
-- Bentuk tariannya sama
-- Tidak mengambil suatu cerita
-- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
-- Bentuk pakaiannya sama
-- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending
sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
-- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian
diteruskan gendhing ketawang
-- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera pewayangan.
Ciri-cirinya :
-- Tari boleh sama, boleh tidak
-- Menggunakan ontowacono (dialog)
-- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
-- Ada yang kalah/menang atau mati
-- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
-- Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
-- Bambangan Cakil
-- Hanila
-- Prahasta, dll.
a. Beksan Gambyong : berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.
b. Beksan Wireng : berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul, yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang. Ciri-ciri tarian ini :
-- Ditarikan oleh dua orang putra/i
-- Bentuk tariannya sama
-- Tidak mengambil suatu cerita
-- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
-- Bentuk pakaiannya sama
-- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending
sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
-- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian
diteruskan gendhing ketawang
-- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera pewayangan.
Ciri-cirinya :
-- Tari boleh sama, boleh tidak
-- Menggunakan ontowacono (dialog)
-- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
-- Ada yang kalah/menang atau mati
-- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
-- Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
-- Bambangan Cakil
-- Hanila
-- Prahasta, dll.
d. Tari Golek : Tari ini berasal dari Yogyakarta .
Pertama dipentaskan di Surakarta
pada upacara perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910.
Selanjutnya mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta . Tari ini
menggambarkan cara-cara berhias diri seorang gadis yang baru menginjak masa
akhil baliq, agar lebih cantik dan menarik. Macam-macamnya :
-- Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang
-- Golek Montro iringan Gendhing Montro
-- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.
e. Tari Bondan : Tari ini dibagi menjadi :
-- Bondan Cindogo
-- Bondan Mardisiwi
-- Bondan Pegunungan/Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya :
-- Memakai kain Wiron
-- Memakai Jamang
-- Memakai baju kotang
-- Menggendong boneka, memanggul payung
-- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya :
-- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan membawa alat pertanian.
-- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.
f. Tari Topeng :
Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.
-- Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang
-- Golek Montro iringan Gendhing Montro
-- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.
e. Tari Bondan : Tari ini dibagi menjadi :
-- Bondan Cindogo
-- Bondan Mardisiwi
-- Bondan Pegunungan/Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya :
-- Memakai kain Wiron
-- Memakai Jamang
-- Memakai baju kotang
-- Menggendong boneka, memanggul payung
-- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya :
-- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan membawa alat pertanian.
-- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.
f. Tari Topeng :
Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.
Selain sebagai hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam upacara peringatan hari besar dan perkawinan. Adapun ciri-ciri Tari ini :
-- Jumlah penari seorang putri atau lebih
-- Memakai jarit wiron
-- Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin
-- Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung
-- Dalam menari boleh dengan sindenan (menyanyi) atau tidak.
Jenis-jenis tari Srimpi
Tarian ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata “sang apati” sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepada Belanda.
Tari Srimpi Anglirmendhung
Menurut R.T. Warsadiningrat, Anglirmedhung ini digubah oleh K.G.P.A.A.Mangkunagara I. Semula terdiri atas tujuh penari, yang kemudian dipersembahkan kepada Sinuhun Paku Buwana.
Tetapi atas kehendak Sinuhun Paku Buwana IV tarian ini dirubah sedikit, menjadi Srimpi yang hanya terdiri atas empat penari saja.
Tari Srimpi Ludira Madu
Tari Srimpi Ludira Madu ini diciptakan oleh Paku Buwono V ketika masih menjadi putra mahkota Keraton Surakarta dengan gelar sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom.Tarian ini diciptakan untuk mengenang ibunda tercinta yang masih keturunan Madura, yaitu putri Adipati Cakraningrat dari Pamekasan. Ketika sang ibu meninggal dunia, Pakubuwono V masih berusia 1 ½ tahun , dan masih bernama Gusti Raden Mas Sugandi. Jumlah penari dalam tarian ini adalah 4 orang putri. Dalam tarian ini digambarkan sosok seorang ibu yang bijaksana dan cantik seperti jelas dituliskan pada syair lagu Srimpi Ludira Madu. Nama Ludira Madu diambil dari makna Ludira Madura yang berarti “ Darah/ keturunan Madura”.
Tari Serimpi Renggawati.
Salah satu jenis tari putri klasik
Tari Serimpi Cina.
Salah satu jenis tari putri klasik di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Tari Serimpi Pistol.
Salah satu jenis tari putri klasik
Tari Serimpi Padhelori.
Salah satu jenis tari putri klasik
Tari Serimpi Merak Kasimpir.
Salah satu jenis tari putri klasik
Tari Serimpi Pramugrari.
Salah satu jenis tari putri klasik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar